TUGAS EKOTOKSITOLOGI
(EFEK TOKSIK BAHAN PENCEMAR TERHADAP
ORGANISME & EKOSISTEM PERAIRAN)
KELAS 01
KELOMPOK 2
RENY
ELFITA 130254241031
ANDI MAJIDEK 130254241007
RAFIQUL M ICHSAN
130254241066
SUTERI 130254241005
JERIANSYAH
130254241044
PATIANI
120254241042
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang, Kepulauan Riau
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr.Wb
Penulis
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya penulis akhirnya bisa menyelesaikan
Makalah Ekotoksitologi. Makalah ini berisi tentang Efek Toksik Bahan Pencemar
terhadap Organisme dan Ekosistem Perairan.
Penulis
juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing Mata
Kuliah Ekotoksitologi yaitu Ibu Fadhliyah Idris yang senantiasa memberikan
bimbingan kepada kami. Serta
tidak lupa pula penulis mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman
kelompok
yang mempermudah penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah
yang penulis
dapat
sampaikan.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikumWr.Wb
Tanjungpinang, 11 November 2015
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Logam merupakan
bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang
berperan penting dalam sejarah peradaban manusia (Darmono, 1995). Logam berat
masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam
lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini
berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa,
logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup (Palar,
1994). Tidak semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan pada mahluk hidup.
Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari
proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta
dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari hasil aktivitas manusia
terutama hasil limbah industri (Connel dan Miller, 1995). Dalam neraca global
sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan pembuangan limbah
akhir di laut (Wilson, 1988).
Menurut Vouk (1986) terdapat 80
jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai
jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat
dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana
keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup,
namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam
berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua
adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya
dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun,
seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Apa saja sumber bahan pencemar ?
b.
Bagaimana tingkat pencemarannya ?
c.
Apa saja factor yang mempengaruhi
pencemaran dan efek toksik pada organism dan ekosistem ?
d.
Bagaimana kadar batas amannya ?
1.3
Tujuan
a.
Untuk mengetahui sumber bahan pencemar.
b.
Untuk mengetahui tingkat pencemaran.
c.
Untuk mengetahui factor yang
mempengaruhi pencemaran dan efek toksik pada organisme dan ekosistem
d.
Untuk mengetahui kadar batas aman dari
pencemaran.
BAB
II
ISI
2.1
Kadmium
(Cd)
a. Sumber
Bahan Pencemar
Logam
kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu jenis mineral
kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan
mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di
alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan
dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih
Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd. Di samping itu, Cd juga diproduksi
dalam peleburan bijih-bijih logam Pb(timah hitam) dan Cu(tembaga). Namun
demikian, Zn merupakan sumber utama dari logam Cd, sehingga produksi dari logam
tersebut sangat dipengaruhi oleh Zn. Dalam lingkungan,menurut Clark (1986)
sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:
a. Uap,
debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.
b. Air
bilasan dari elektroplating.
c. Besi,
tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air
limbah dan endapan yang mengandung kadmium.
d. Seng
yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd sebagaibahan
ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses
korosidalam kurun waktu 4-12 tahun.
e. Pupuk
phosfat dan endapan sampah
Sumber
kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-tembaga-seng.
Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan lingkungan perairan yang sudah
terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan dan lingkungan perairan
tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun pada perairan. Sifat logam
Cd yang akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit terurai. Kadmium
dalam air juga berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam
ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik,
pada pembuatan alloy, dan baterai alkali.
Bahan
bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara mengandung Cd
sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd bahkan ada yang sampai 170
ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang
mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan
bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut.
b. Tingkat
Pencemaran
Kadmium akan mengalami
biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan
manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus
mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan air. Di
samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah
kadmium yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan
ditemukan akumulasi kadmium yang lebih banyak.
c. Faktor
yang Mempengaruhi Pencemaran Kadmium (Cd)
Logam kadmium dan
bentuk-bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, terutama sekali
merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Dapat dikatakan
bahwa semua industri yang melibatkan kadmium dalam proses operasional
industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Selain itu kadmium juga berasal
dari pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil karena
secara alami bahan bakar mengandung kadmium, penggunaan pupuk fosfat buatan
d. Efek
Toksik pada Organisme dan Ekosistem
a.
Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan
Kadmium
aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan air. Hal ini
dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan pupuk.
Kadmium juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah tangga dan
pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain yang penting dari emisi kadmium
adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang berakhir di tanah
setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari kadmium yang
berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk dibuang oleh perusahaan
produksi. Kadmium dapat diangkut melalui jarak yang jauh ketika diserap oleh
lumpur. Lumpur ini kaya kadmium yang dapat mencemari air permukaan maupun
tanah.
Kadmium
dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium hadir di tanah
itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui makanan akan meningkat. Tanah
yang diasamkan meningkatkan serapan kadmium oleh tanaman. Hal ini merupakan
potensi bahaya binatang yang tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup.
Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh bintang tersebut, terutama ketika makan
beberapa tanaman. Sapi mungkin memiliki jumlah besar kadmium dalam ginjalnya
karena ini. Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat rentan
untuk keracunan kadmium. Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat rendah dan
memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium di tanah
tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman
ekosistem seluruh tanah (Khan, 2008).
Dalam
ekosistem air kadmium dapat terakumulasi dalam remis, tiram, udang, lobster dan
ikan. Kerentanan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi antara organisme
perairan. Organisme air laut dikenal lebih tahan terhadap keracunan kadmium
daripada organisme air tawar. Hewan yang makan atau minum kadmium kadang-kadang
mendapatkan tekanan darah tinggi, penyakit hati dan saraf atau kerusakan otak.
b.
Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut
darmono (1995), efek kadmium terhadap kesehatan manusia dapat bersifat akut dan
kronis. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan melalui saluran pernapasan,
misalnya menghisap debu dan asap kadmium terutama kadmium oksida (CdO). Gejala
yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah, kepala pusing dan
sakit pinggang. Akibat dari keracunan akut ini dapat menimbulkan penyakit
paru-paru yang akut dan kematian.
Efek
kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi
karena kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat
ditolerir oleh tubuh. Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium
tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh.
Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:
a) Efek Kadmium
Terhadap Ginjal, Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan
tingkat tinggi dan manusia. Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari
bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium. Kadmium dapat menimbulkan gangguan
dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein.
Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat
dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin,
ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.
b) Efek Kadmium Terhadap
Paru-paru, Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi
melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium
akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Akan muncul pembengkakan
paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran
napas, mual, muntah dan kepala pusing.
c) Efek Kadmium
Terhadap Tulang, Serangan yang paling hebat karena kadmium adalah kerapuhan
tulang. Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang
dilanda rasa takut terhadap pencemaran. Efek ini timbul akibat kekurangan
kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium, sehingga fungsi kalsium darah
digantikan oleh logam kadmium yang ada. Pada akhirnya kerapuhan pada
tulang-tulang penderita yang dinamakan itai-itai disease.
d) Efek Kadmium
Terhadap Darah dan Jantung, Efek kronis kadmium dapat pula menimbulkan anemia
karena CdO. Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang
tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.
e) Efek Kadmium
Terhadap Sistem Reproduksi, Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga
mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu
kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi
dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi.
Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam
darah.
c.Efek kadmium (Cd) Terhadap Lingkungan
Aliran
limbah kadmium dari industri terutama berakhir di tanah. Penyebab aliran limbah
ini untuk produksi misalnya seng, bijih fosfat implikasi dan pupuk industri
bio. Aliran limbah kadmium juga dapat memasukkan udara melalui (rumah tangga)
pembakaran limbah dan pembakaran bahan bakar fosil. Karena peraturan hanya
sedikit kadmium sekarang memasuki air melalui pembuangan air limbah dari rumah
tangga atau industri.Sumber lain yang penting dari emisi kadmium adalah
produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang berakhir di tanah
setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya kadmium berakhir di
permukaan air ketika limbah dari pupuk produksi yang dibuang oleh perusahaan
produksi.Kadmium dapat diangkut melalui jarak besar ketika diserap oleh lumpur.
Lumpur kaya kadmium ini bisa mencemari air permukaan serta tanah.
Kadmium
sangat adsorbsi untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium hadir di tanah
itu bisa sangat berbahaya, karena penyerapan melalui makanan akan meningkat.
Tanah yang diasamkan meningkatkan penyerapan kadmium oleh tanaman. Ini adalah
potensi bahaya bagi hewan yang bergantung pada tanaman untuk bertahan hidup.
Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh mereka, terutama ketika mereka makan
beberapa tanaman. Sapi mungkin memiliki sejumlah besar kadmium dalam ginjal
mereka karena ini.Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat
rentan terhadap keracunan kadmium. Mereka bisa mati pada konsentrasi yang
sangat rendah dan ini memiliki konsekuensi untuk struktur tanah. Ketika
konsentrasi cadmium di tanah yang tinggi mereka bisa mempengaruhi proses tanah
microrganisms dan ancaman ekosistem tanah keseluruhan.Dalam ekosistem perairan
kadmium dapat bio menumpuk di kerang, tiram, udang, lobster dan ikan.
Kerentanan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi antara organisme air.
Organisme air garam yang dikenal lebih tahan terhadap keracunan kadmium dari
organisme air tawar.
e. Kadar
Batas Aman
Pajanan
zat kimia tidak dapat dihindari sepenuhnya oleh manusia sehingga harus
dilakukan penilaian terhadap banyaknya zat kimia untuk menentukan tingkat
pajanan yang tidak akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan. Beberapa badan
ahli memakai istilah Acceptable Daily Intake (asupan harian yang dapat
diterima) untuk menilai toksikologi zat kimia dalam makanan dan air sebagai
dasar untuk menentukan tingkat kadar logam yang diperbolehkan. Adapun batas
kandungan logam kadmium yang direkomendasikan untuk konsumsi menurut ketentuan
FAO/ WHO (JECFA= Joint Expert Committe on Food Additive) yaitu sebesar
400-500 μg per minggu untuk orang dewasa atau 7 μg per kg berat badan per hari
(Suwirma, 2000).
Dalam
penentuan batas konsumsi harian (Acceptable Daily Intake = ADI)
dilakukan perhitungan berdasarkan aturan FAO/WHO, dengan rumus (Zakiyah, 1998):
Konsentrasi
total Cd = [Cd] x w
Keterangan:
[Cd] = konsentrasi Cd
pada Kerang (Bivalvia) (μg/g)
w = berat Kerang (Bivalvia)
(g/individu)
2.2
Seng (Zn)
a. Sumber
Bahan Pencemar
Seng (Zn) adalah
komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Zn adalah logam yang memilki
karakteristik cukup reaktif, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena uap
udara, dan terbakar bila terkena udara dengan api hijau terang. Zn dapat
bereaksi dengan asam, basa dan senyawa non logam.Seng (Zn) dialam tidak berada
dalam keadaan bebas, tetapi dalam bentuk terikat dengan unsur lain berupa
mineral. Mineral yang mengandung Zn di alam bebas antara lain kalamin,
franklinite, smitkosonit, willenit, dan zinkit (Widowati et al, 2008). Seng
juga merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan
berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan penyebab terjadinya
biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan
industri dan pertambangan.
Sumber cemaran logam
berat Zn dapat berasal dari berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan limbah
berupa pencemar. Bahan-bahan pencemar tersebut diangkut oleh air hujan dan
gerakan air dari laut dan perairan tawar menuju muara sungai yang merupakan
tempat bertemunya perairan laut dan perairan tawar. Logam Zn dalam perairan
dipekatkan melalui proses biologi dan kimia-fisika. Bioakumulasi dan
biomagnifikasi merupakan proses biologi yang mampu mengendapkan logam pada
tubuh organisme melalui rantai makanan. Pada proses kimia fisika, logam berat terlarut
dan terendap pada sedimen dan dapat pula terabsorbi pada zat tersuspensi.
Apabila diketahui kadar logam Zn yang telah melebihi baku mutu, maka
perlu dilakukan tindak lanjut dalam mencegah gangguan yang dapat disebabkan
logam Zn (Amriani, 2011).
Logam Seng (Zn)
cenderung membentuk ion jika berada dalam air. Ion Seng (Zn) mudah terserap
dalam sedimen dan tanah serta kelarutan logam berat Seng (Zn) dalam air relatif
rendah pada air, logam berat cenderung mengikuti aliran air dan pengaruh
pengenceran ketika ada air masuk, seperti air hujan, turut mengakibatkan
menurunnya konsentrasi logam berat pada air. Konsentrasi logam berat pada air
akan turut mempengaruhi konsentrasi logam berat yang ada pada sedimen.
Kecenderungan peningkatan konsentrasi logam berat di sedimen diakibatkan oleh
tingginya konsentrasi logam berat tersebut di air. Selain itu, terdapat
parameter-parameter lain yang berpengaruh dalam kesetimbangan reaksi di sistem
perairan, seperti pH, konsentrasi logam dan tipe senyawanya, kondisi reduksi-oksidasi
perairan, dan bilangan oksidasi dari logam tersebut (Sunti.,dkk, 2012).
Adanya aktivitas
pembuangan limbah rumah tangga, limbah pertanian yang banyak menggunakan pupuk
pestisida, peningkatan aktivitas di industri serta adanya aktivitas pembuangan
limbah domestik lain yang mengandung logam berat Seng (Zn). Air limbah industri
air yang dihasilkan oleh industri, baik akibat proses pembuatan atau produksi
yang dihasilkan industri tersebut maupun proses
lainnya. Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri,
pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lain (Husni
dan Esmiralda, 2011).
b. Tingkat
Pencemaran
Seng merupakan bahan
toksik yang dapat mengganggu ekosistem di perairan. Berdasarkan hasil
penelitian di perairan Sulawesi Tenggarara didapatkan hasil kadar Zn perairan
P. Kabaena berkisar antara 0,006-0,008 ppm dengan rerata 0,0066 ppm, di P. Muna
antara 0,005 - 0,006 ppm dengan rerata 0,0056 ppm, dan di P. Buton antara
0,005-0,006 ppm dengan rerata 0,0052 ppm. Data ini menunjukkan bahwa secara
rerata perairan P. Kabaena lebih banyak menerima masukan limbah yang mengandung
Zn. Kadar normal Zn dalam air laut adalah 2,0 ppb atau 0,002 ppm [12]. Kadar Zn
ini lebih tinggi dari kadar normal Zn yang ada dalam air laut, demikian juga
bila dibandingkan dengan Nilai Ambang
Batas (NAB) yang ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut [8] untuk kepentingan biota
laut yakni 0,005 ppm. Dengan demikian berdasarkan hasil pengukuran kadar Zn,
kualitas perairan ini termasuk kategori jelek untuk kehidupan biota laut.
c. Factor
yang Mempengaruhi Pencemaran Seng (Zn)
Menurut Tahir (2012),
faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas, meliputi :
1.
Faktor-faktor yang terkait dengan
pemaparan; bagi suatu bahan kimia metabolit atau produk konversinya, untuk
dapatmenimbulkan respon buruk atau memiliki dampak toksik padaorganisme
perairan maka senyawa/bahan kimia tersebut harusberada dalam posisi kontak dan
bereaksi dengan reseptor yang tepatpada organisme, dengan konsentrasi yang
cukup tinggi dan durasikontak yang cukup lama. Konsentrasi dan waktu pemaparan
yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan dampak atau respon buruk bervariasi
menurut jenis bahan kimia, spesies organisme dan tingkat keparahan dampak yang
ditimbulkan. Dalam pendugaan dampak toksik bahan kimia, faktor-faktor yang
nyata terkait dengan pemaparan adalah: jenis, durasi, frekuensi pemaran dan
konsentrasi bahan kimia. Organisme perairan dapat terpapar pada bahan kimia
yang terdapat dalam air, sedimen dan bahan-bahan makanan. Bahan kimia
hidrofilik (larut dalam air) lebih tinggi tingkat ketersediaannya dibanding
dengan bahan kimia hidrofobik (sulit larut dalam air).
2.
Faktor-faktor yang terkait dengan
organisme: spesies memiliki tingkat kerentanan yang berbeda terhadap bahan
kimia. Perbedaan kerentanan ini diduga disebabkan oleh beberapa hal seperti:
perbedaan aksesibilitas toksikan terhadap organisme dimana beberapa spesies
tertentu memiliki kemampuan untuk secara efektif ngeluarkan bahan
toksik dalam waktu singkat (contoh: mekanisme penutupan
cangkang dan kemampuan melakukan anaerob pada kerang/bivalvia). Selain itu,
laju dan pola metabolisme dan ekskresi dapat mempengaruhi tingkat kerentanan
disebut. Hal lain yang mempengaruhi tingkat kerentanan organism terhadap
toksikan adalah faktor genetis, bahan makanan, serta kesehatan dan nutrisi/gizi
organisme. Faktor usia atau stadia perkembangan organisme juga menentukan
tingkat kerentanan (vulnerability), yang disebabkan oleh perkembangan
mekanisme.
3.
Faktor-faktor lingkungan eksternal: toksisitas
bahan kimia dap dipengaruhi oleh lingkungan eksternal organisme yang terkait
erat dengan ketersediaan bahan kimia dalam media air seperti DO, pH, suhu dan
bahan padat terlarut.
4.
Faktor-faktor yang terkait dengan bahan
kimia. Ketidak murnian (impurities) suatu bahan kimia dijumpai dari batch-batch
yang dihasilkan oleh produsen yang berbeda. Hal lain yang patut dicatat adalah
perbedaan tingkat kelarutan, tekanan penguapan dan pH, karena
faktor-faktor ini secara jelas mempengaruhi ketersediaan, persistensi,
transfromasi dan bentuk/nasib akhir bahan kimia
d. Efek
Toksik pada Organisme & Ekosistem
1.
Bagi Kesehatan
Seng
adalah mikromineral yang ada di mana-mana dalam jaringan manusia/hewan dan
terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam proses metabolisme. Tubuh manusia
dewasa mengandung 2-2,5 gram seng. Tiga perempat dari jumlah tersebut berada
dalam tulang dan mobilisasinya sangat lambat. Dalam konsentrasi tinggi seng
ditemukan juga pada iris, retina, hepar, pankreas, ginjal, kulit, otot, testis
dan rambut, sehingga kekurangan seng berpengaruh pada jaringan-jaringan
tersebut. Di dalam darah seng terutama terdapat dalam sel darah merah, sedikit
ditemukan dalam sel darah putih, trombosit dan serum. Kira-kira 1/3 seng serum
berikatan dengan albumin atau asam amino histidin dan sistein. Dalam 100 ml
darah terdapat 900 ml seng dan dalam 100 ml plasma terdapat 90-130 mg seng.
Seng terlibat pada lebih dari 90 enzim yang hubungannya denga metabolisme
karbohidrat dan energi, degradasi/sintesis protein, sintesis asam nukleat,
biosintesis heme, transpor CO2 (anhidrase karbonik) dan reaksi-reaksi lain.
Pengaruh
yang paling nyata adalah dalam metabolisme, fungsi dan pemeliharaan kulit,
pankreas dan organ-organ reproduksi pria, terutama pada perubahan testosteron
menjadi dehidrotestosteron yang aktif. Dalam pankreas, seng ada hubungannya
dengan banyaknya sekresi protease yang dibutuhkan untuk pencernaan.
Dosis
konsumsi seng (Zn) sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare,
demam, kelelahan yang sangat, anemia, dan gangguan reproduksi. Suplemen seng
(Zn) bisa menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang asam dan disimpan dalam
kaleng yang dilapisi seng (Zn) (Almatsier, 2001 dalam Anonim, 2010).
Logam
Zn sebenarnya tidak toksik, tetapi dalam keadaan sebagai ion, Zn bebas memiliki
toksisitas tinggi .zinc shakes atau zinc chills disebabkan oleh inhalasi
Zn-oksida selama proses galvanisasi atau penyambungan bahan yang mengandung Zn.
Meskipun Zn merupakan unsure esensial bagi tubuh, tetapi dalam dosis tinggi Zn
dapat berbahaya dan bersifat toksik. Absorpsi Zn berlebih mampu menekan
absorpsi Co dan Fe.Paparan Zn dosis besar sangat jarang terjadi. Zn tidak
diakumulasi sesuai bertambahnya waktu paparan karena Zn dalam tubuh akan diatur
oleh mekanisme homeostatik, sedangkan kelebihan Zn akan diabsorpsi dan disimpan
dalam hati(Widowati et al, 2008).Zn yang berlebih dan dicampurkan dalm makanan
dapat menyebabkan hidrosefalus pada hewan uji tikus dan juga akan memengaruhi
metabolisme dalm perkembangan mesoderm untuk rangka.
Konsumsi
Zn berlebih mampu mengakibatkan defisiensi mineral lain. Toksisitas Zn bisa bersifat
akut dan kronis. Intake Zn 150-450 mg/ hari mengakibatkan penurunan kadar Cu,
pengubahan fungsi Fe, pengurangan imunitas tubuh, serta pengurangan kadar high
density lipoprotein (HDL) kolesterol. Satu kasus yang dilaporkan karena
seseorang mengonsumsi 4 g Zn-glukonat (570 mg unsure Zn) yang setelah 30 menit
berakibat mual dan muntah.Pemberian dosis tunggal sebesar225-50 mg Zn bisa
mengakibatkan muntah, sedangkan pemberian suplemen dengan dosis 50-150 mg/ hari
mengakibatkan sakit pada alat pencernaan. Konsumsi Zn berlebih dalam jangka
waktu lam bisa mengakibatkan defisiensi Cu. Total asupan Zn sebesar 60 mg/ hari
(50 mg suplemen Zn dan 10 mg Zn dari makanan) dapat nmengakibatkan defisiensi
Cu. Konsumsi Zn lebih dari 50 mg/ hari selama beberapa minggu bisa menggangu
ketersediaan biologi Cu, sedangkan konsumsi Zn yang tinggi bisa mempengaruhi
sintesis ikatan Cu protein atau metalotionin dalam usus. Konsumsi Zn berlebih
akan menggangu metabolisme mineral lain, khususnya Fe dan Cu(Widowati et al,
2008).
Ion
Zn bebas dalam larutan bersifat sangat toksik bagi tanaman, hewan invertebrate,
dan ikan. Penggunaan intranasal atau nasal spray Zn bagi penderita sakit
tenggorokan bisa mengakibatkan kehilangan indra penciuman (anosnia). Inhalasi
debu Zn-oksida bisa mengakibatkan metal iume fever(Widowati et al, 2008).
Toksisitas akut Zn terjadi sebagai akibat dari tindakan mengonsumsi makanan dan
minuman yang terkontaminasi Zn dari wadah/ panic yang dilapisi Zn. Gejala
toksisitas akut bisa berupa sakit lambung, diare, mual, dan muntah. Pemberian
bersama suplemen Zn dan jenis antibiotik tertentu, yaitutetracyclines dan
quinolones bisa mengurangi absorpsi antibiotic sehinnga daya sembuh
berkurang(Widowati et al, 2008).
2
Bagi lingkungan
Produksi
seng dunia masih meningkat. Ini pada dasarnya berarti bahwa semakin banyak seng
berakhir di lingkungan. Air tercemar dengan seng, karena adanya jumlah besar
dari seng dalam air limbah tanaman industri. Air limbah ini tidak dimurnikan
memuaskan. Salah satu konsekuensi adalah bahwa sungai tercemar penyetoran
seng-lumpur di bank mereka. Zinc juga dapat meningkatkan keasaman air.
Beberapa
ikan dapat terakumulasi seng dalam tubuh mereka, ketika mereka tinggal di
seng-saluran air yang terkontaminasi. Ketika seng memasuki tubuh ikan ini ia
mampu bio memperbesar sampai rantai makanan. Jumlah besar seng dapat ditemukan
di tanah. Ketika tanah lahan pertanian yang tercemar dengan seng, hewan akan
menyerap konsentrasi yang merusak kesehatan mereka. Larut dalam air seng yang
terletak di tanah dapat mencemari air tanah.
Seng
tidak bisa hanya menjadi ancaman bagi ternak, tetapi juga untuk spesies
tanaman. Tanaman sering memiliki serapan seng yang sistem mereka tidak dapat
menangani, karena akumulasi dari seng di tanah. Pada tanah yang kaya seng hanya
sejumlah terbatas tanaman memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Itulah
sebabnya tidak ada banyak keanekaragaman tanaman di dekat pabrik-pabrik
membuang seng. Karena efek pada seng tanaman merupakan ancaman serius terhadap
produksi lahan pertanian. Meskipun ini mengandung seng pupuk masih diterapkan.
Akhirnya, seng dapat mengganggu aktivitas dalam tanah, karena pengaruh negatif
aktivitas microrganisms dan cacing tanah. Rincian materi organik serius dapat
memperlambat karena hal ini.
e. Kadar
Batas Aman
Beberapa
ketentuan/peraturan tentang batasan nilai kandungan seng pada suatu bahan dari
berbagai lembaga maupun instansi yang berwenang sebagai berikut :
1. Berdasarkan
pada Pedoman Baku Mutu Lingkungan, kandungan seng dalam makanan maksimum 0,001
ppm . kadar aman dalam tubuh manusia 2-3 gram. Kandungan Zn di dalam lingkungan
air (misalnya yang terabsorp oleh alga) dapat mempengaruhi kesehatan bila
terdapat dalam jumlah yang berlebih. Keberadaan Zn dalam lingkungan berdasarkan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1971 yaitu sebesar 5 ppm sedangkan batas
maksimal yang diperbolehkan adalah 15 ppm (Buckle, 1987).
2. Menurut
Permenkes standar seng dalam air minum maksimum yang diperbolehkan adalah
15 mg/l. Efek racun Zn pada manusia adalah pada konsentrasi yang tinggi
antara 300—360 ppm, yaitu menyebabkan gangguan fisik seperti diare yang berat,
keram perut dan muntah. Suatu sumber air minum yang mengandung Zn 26,6 mg/l
tidak berbahaya bagi manusia, tetapi untuk air minum dengan badar Zn 30,8 mg/l
sudah menyebabkan mual dan mabuk. Dari segi estetika air yang mengandung
Zn 30 mg/l akan tampak seperti susu dan bila direbus timbul suatu lapisan
seperti minyak pada permukaan airnya (Suprijanto dan Agustina, 1988).
3. Nilai
Ambang Batas Zn dalam sedimen untuk kehidupan biota adalah 271 ppm. Kadar logam
berat Zn yang terdapat dalam sedimen yang tidak terkontaminasi paling rendah
adalah sebesar 0.01 ppm. Zn juga bersifat racun dalam kadar tinggi, namun dalam
kadar rendah dibutuhkan oleh organism sebagai ko-enzim.
4. Baku
mutu parameter logam untuk biota laut (menurut KepMen LH 51 tahun 2004) Seng
(Zn) adalah 0,05 mg/l. Baku mutu parameter logam untuk pelabuhan (menurut
KepMen LH 51 tahun 2004) Seng (Zn) adalah0,05 mg/l. Baku mutu parameter logam
untuk wisata bahari (menurut KepMen LH 51 tahun 2004) (Zn) adalah 0,095 mg/l
2.3
Nikel (Ni)
a. Sumber
Bahan Pencemar
Nikel
adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan menjadi ciri komponen
yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi atau siderit,
dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh secara
komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah
yang menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel.
Nikel
berwarna putih keperak-perakan dengan pemolesan tingkat tinggi. Bersifat keras,
mudah ditempa, sedikit ferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak baik
terhadap panas dan listrik. Nikel tergolong dalam grup logam besi-kobal, yang
dapat menghasilkan alloy yang sangat berharga.
Nikel
dapat mencemari air tanah maupun air permukaan baik perairan laut maupun darat
seperti sungai, danau dan waduk. Di perairan, nikel ditemukan dalam bentuk
koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan
nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH kurang dari
9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan
selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel
bersifat tidak larut. Di muara sungai, nikel menunjukkan konsentrasi yang
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kekeruhan. Peningkatan
konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena
proses desorpsi dari partikel-partikel yang ada di muara sungai dan proses
resuspensi (Darmono, 1995).
b. Tingkat
Pencemaran
Indonesia
dikenal sebagai negara pengekspor nikel dunia dan memiliki cadangan nikel
mencapai 3,2 miliar ton atau lima persen dari cadangan nikel seluruh dunia.
Pada tahun 2009 produksi ferronikel indonesia yaitu 12.550 metrik
ton, dan produksi nikel 6,52 juta metrik ton. Produksi ferronikel dunia adalah
1,38 juta ton, dan konsumsinya adalah sebesar 1,3 juta ton. Produksi dan
konsumsi nikel dunia meningkat dari tahun ke tahun, mencapai 2,4% per tahun
(International Nickel Study Group 2009).
Tambang nikel Provinsi Sulawesi Tengah
cukup potensi saat ini. Potensi cadangan nikel yang paling besar terdapat di
Kabupaten Morowali mencapai luas 215.290 ha, tesebar pada 9 wilayah kecamatan
berarti semua kecamatan yang ada di Kabupaten Morowali mempunyai potensi nikel.
Salah satunya terdapat di Kecamatan Bungku Pesisir.
Nikel merupakan
salah satu jenis logam berat yang memiliki sifat toksik. Logam berat nikel
dapat meracuni darah, menganggu sistem pernapasan, merusak jaringan, selaput
lendir, dan mengubah sistem sel. Pengaruh logam berat terhadap perubahan tingkah
laku dan penyimpangan fisiologis tubuh organisme telah lama diketahui. Perubahan
pola tingkah laku diekspresikan sebagai respon stres dan penyimpangan fisiologis
akan menyebabkan fungsi jaringan tubuh terganggu dan komponen-komponen darah
berubah. Oleh karena itu sejak tahun 2006, masyarakat Uni Eropa telah mengusulkan
ke WTO untuk menetapkan nikel sebagai dangerous subtances (Abraham, 2009).
Lokasi
pertambangan nikel memiliki potensi yang tinggi untuk meningkatkan konsentrasi
logam-logam berat yang selalu berasosasi dengan mineral seperti nikel diantaranya
Pb, Cr, Fe, Cd, Cu, Zn dan Ni (Permen LH, No 9/2006). Hal ini dimungkinkan
mengingat lokasi penambangan nikel sangat dekat dengan perairan pesisir pantai
yang hanya berjarak antara 0 – 3 km dari bibir pantai, sehingga sisa-sisa nikel
yang terdapat di area pertambangan akan terbawa air hujan ataupun melalui
tiupan angin dan kemudian mengendap di perairan dan muara sungai.
Hamzah (2009)
menyatakan bahwa dampak yang dapat dilihat langsung akibat kegiatan
pertambangan nikel adalah meningkatnya kekeruhan perairan pantai di sekitar
daerah penambangan, kekeruhan dapat berpotensi meningkatkan konsentrasi nikel
dalam air.
Perusahaan
tambang nikel Indonesia terletak di
pulau Sulawesi sekitar Danau Matana, Danau Towuti, Kolaka , dan Soroako , di
daerah tersebut memiliki tingkat pencemaranan melebihi ambang batas seperti
yang di jelaskan oleh hasil jurnal penelitian dari Akumulasi Nikel (Ni) Dalam Darah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal)
yang Dibudidayakan di Sekitar Area Tambang oleh Mahasiswa FPIK Universitas
Haluoleo menyebutkan Kadar logam berat nikel (Ni) pada ikan bandeng (Chanos
chanos Forskal) rata-rata 1.37 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar Ni yang
ditemukan dalam darah ikan telah melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan,
yaitu 0.008 ppm. Yang dapat menimbulkan dampak merugikan bagi ekosistem , biota
, ataupun manusia. Namun untuk di luar dari pulau Sulawesi , kandungan nikel
masih relative rendah.
c. Faktor
yang Mempengaruhi Pencemaran Nikel (Ni)
Faktor
yang mempengarui pencemaran nikel adalah pembuangan hasil limbah industry yang
langsung di buang ke perairan tanpa melalui proses pengolahan , sumber
pencemaran nikel di perairan berasal dari limbah industri pelapisan nikel
(electroplating), industri kertas, industri pupuk dan industri baja, limbah rumah
tangga dan pupuk pertanian (Kartika, 2010). Limbah industri ini mengandung
senyawa nikel berbahaya seperti NiSO4 dan NiCl2 (Kartika,
2010). Untuk industri pelapisan nikel, logam berat yang terkandung dalam limbah
cairnya adalah logam Ni (nikel). Walaupun jumlah limbah yang dihasilkan tidak
sebanyak limbah dari industri lain, namun karena sifatnya yang sangat beracun
maka limbah ini sangat berbahaya bagi manusia serta dapat mengancam kehidupan
biota disekitarnya, maka sebelum dibuang ke luar pabrik harus diolah terlebih
dahulu. Sebagai gambaran dapat disebutkan komposisi bahan kimia berbahaya yang
ada dalam air buangan dari industri pelapisan logam di Ngunut, Tulungagung pada
tahun 2002 misalnya tembaga 31,85 ppm, nikel 63,1 ppm, krom 0,06 ppm, Fe 64,44
ppm dan pH 3,3 (Palar, 2004). Berbagai jenis pupuk pertanian baik organik
maupun anorganik juga mengandung logam berat termasuk nikel. Kadar logam berat
pada pupuk P, pupuk N, pupuk kandang dan kompos berturut-turut 7-225 ppm, 227
ppm, 1,1-27 ppm, dan 1,3-2,24 ppm. Pupuk organik dan kompos dibuat dari bahan
organik seperti bahan hijau tanaman, sampah kota dan lain-lain. Pupuk organik
yang berasal dari sampah kota dapat tercemar limbah B3 atau logam berat karena
berbagai macam limbah rumah tangga dan sampah kota yang terdiri atas sisa
sayur-sayuran tercampur dengan baterai bekas, kaleng, seng, aluminium foil,
yang tercemar B3. Pupuk pertanian dengan kandungan nikel ini bisa mencemari air
tanah dan sungai di sekitar areal pertanian (Setyorini, 2003).
d. Efek
Toksik pada Organisme & Ekosistem
Sebagian
dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem
darah dan enzimatik pada biota (Darmono, 1995). Berdasarkan sifat kimia dan
fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat
diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd),
seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co)
(Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam
paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah
sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ >
Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+
Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke
dalam 3 kelompok, yaitu :
a Bersifat toksik tinggi (Hg, Cd, Pb, Cu, dan
Zn)
b.
Bersifat toksik sedang (Cr, Ni, dan Co)
c.
Bersifat tosik rendah (Mn dan Fe).
Kadar
nikel di perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/liter (Scoullos dan Hatzianestis,
1989,in Moore,1990in Effendi 2003); sedangkan pada perairan laut berkisar antara
0,005 – 0,007 mg/liter (Mc Neely et al., 1979).
Adanya
logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan
organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal
ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja
dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah
terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk
kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi
organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga
konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air
4.
Mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam
yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar
potensial dalamskala waktu tertentu
Walaupun
terjadi peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat
berubah setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami
oleh senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi
konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan
padatan tersuspensi total atau seston.
Nikel
dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh, tetapi bila terdapat dalam jumlah
yang terlalu tinggi dapat berbahaya untuk kesehatan manusia, yaitu :
menyebabkan kanker paru-paru,kanker hidung, kanker pangkal tenggorokan dan
kanker prostat, merusak fungsi ginjal,meyebabkan kehilangan keseimbangan,
menyebabkan kegagalan respirasi, kelahiran cacat,menyebabkan penyekit asma dan
bronkitis kronis serta merusak hati.
Gerberding
J.L (2005) melaporkan bahwa dalam konsentrasi tinggi nikel di tanah berpasir
merusak tanaman dan di permukaan air dapat mengurangi tingkat pertumbuhan
algae. Lebih lanjut dikatakan bahwa nikel juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, tetapi mereka biasanya mengembangkan perlawanan terhadap nikel
setelah beberapa saat. Ketoksikan nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada
spesies, pH, kesadahan dan faktor lingkungan lain(Blaylock dan Frank, 1979).
e. Kadar
Batas Aman
Untuk
melindungi kehidupan organisme akuatik, kadar Ni sebaiknya tidak melebihi 0.025
mg/l (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Agar tidak mencemari lingkungan, limbah
yang akan dibuang kadar logamnya tidak boleh melewati batas kadar maksimum yang
diperbolehkan oleh regulasi pemerintah (KEP-51/ MEN LH/10/1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri). Kadar maksimum Cr, Cu, Fe, dan Ni
dalam limbah industri yang diperbolehkan berturut-turut adalah 0.5 mg/L, 2
mg/L, 5 mg/L, dan 2 mg/L.
2.4
Diterjen dan Sabun
a. Sumber
Bahan Pencemar
Deterjen menjadi bahan
pencemar karena deterjen buatan atau synthetic detergent adalah campuran
sejenis senyawa bahan pembersih yang berkandungan utama zat surfaktan
(surfactant atau surface active agents) dengan bahan – bahan lain seperti zat
pengisi (filter), pembentuk (builder) serta komponen lain seperti pewarna,
pewangi, boosters dan lain – lain. Surfaktan adalah senyawa kimia yang mudah
larut dalam cairan yang memungkinkannya terserap pada zat lain sehingga zat
tersebut menjadi mudah larut dalam cairan yang memungkikannya terserap sehingga
zat tersebut menjadi mudah larut atau memiliki sifat kimia fisika tertentu
dalam suatu cairan. Molekul surfaktan setidaknya berkandungan satu gugus yang
memiliki afinitas pada permukaan cairan polar, yang umumnya dipahami sebagai
tingkat kelarutan dalam air, dan satu gugus lain yang tidak gampang berafinitas
dengan air.
Limbah detergen yang
mencemari badan air atau sumur gali umumnya berasal dari limbah rumah tangga
dan berbagai kegiatan masyarakat yang menggunakan detergen secara besar –
besarran, sehingga pencemaran air bersih oleh zat ini semakin hari semakin
mengkhawatirkan.
b. Tingkat
Pencemaran
1. Ikan dalam air sabun
·
Sabun
mudah bercampur dengan air.
·
Molekul
sabun lebih mudah terdegradasi oleh bakteri pengurai.
·
Air
akan menjadi keruh sehingga sinar matahari dan oksigen sulit menembus
air, ikan jadi sulit bernapas.
·
Air
sabun juga menaikkan pH air sehingga ikan cepat mati (pH normal untuk ikan: 6,5
– 7).
2.
Ikan
dalam air deterjen
·
Deterjen
mudah tercampur dengan air.
·
Molekulnya
sulit diuraikan oleh bakteri pengurai.
·
Air
akan menjadi keruh sehingga sinar matahari dan oksigen sulit menembus
air, ikan jadi sulit bernapas.
·
Deterjen
yang menggunakan bahan non-Fosfat akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11
dan menyebabkan ikan mati.
3. Factor
yang Mempengaruhi Pencemaran Diterjen dan Sabun
Factor yang mempengaruhi pencemaran deterjen dan sabun adalah
pembuangan limbah yang digunakan oleh masyarakat setelah mencuci. Adapun limbah
tersebut mengandung bahan – bahan berbahaya yang dapat menyebabkan peningkatan
BOD dan COD diperairan.
4. Efek
Toksik pada Organisme dan Ekosistem
Efek paling nyata yang
disebabkan oleh limbah Detergen rumah tangga adalah terjadinya eutrofikasi
(pesatnya pertumbuhan ganggang dan enceng gondok). Limbah Detergen yang dibuang
ke kolam ataupun rawa akan memicu ledakan pertumbuhan ganggang dan enceng
gondok sehingga dasar air tidak mampu ditembus oleh sinar matahari, kadar
oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air mengalami degradasi, dan
unsur hara meningkat sangat pesat. Jika hal seperti ini tidak segera diatasi,
ekosistem akan terganggu dan berakibat merugikan manusia itu sendiri, sebagai
contoh saja lingkungan tempat pembuangan saluran selokan. Secara tidak langsung
rumah tangga pasti membuang limbah Detergennya melalui saluran selokan ini, dan
coba kita lihat, di penghujung saluran selokan begitu banyak eceng gondok yang
hidup dengan kepadatan populasi yang sangat besar.
Selain merusak
lingkungan alam, efek buruk Detergen yang dirasakan tentu tak lepas dari para
konsumennya. Dampaknya juga dapat mengakibatkan gangguan pada lingkungan
kesehatan manusia. Saat seusai kita mencuci baju, kulit tangan kita terasa
kering, panas, melepuh, retak-retak, gampang mengelupas hingga mengakibatkan
gatal dan kadang menjadi alergi.
Detergen sangat
berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa
Detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen,
misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan
detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Sedangkan
tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia.
Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen
yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila
masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus
infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10
derajat Celcius.
Dalam jangka panjang,
air minum yang telah terkontaminasi limbah Detergen berpotensi sebagai salah
satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian Detergen akan
menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk
senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat
mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit
(dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses
klorinasi.
Detergen juga memiliki
andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia organik seperti
pestisida dan fenol akan mudah diserap oleh ikan, dengan konsentrasi Detergen
hanya 2 ppm dapat diserap ikan dua kali lipat dari jumlah bahan kimia
lainnya.Detergent juga memberi efek negatif bagi biota air. Fosfat dalam
Detergen dapat memicu ganggang air tawar bunga untuk melepaskan racun dan
menguras oksigen di perairan. Ketika ganggang membusuk, mereka menggunakan
oksigen yang tersedia untuk mempertahankan hidupnya.
5. Kadar
Batas Aman
PARAMETER
|
KADAR MAKSIMUM
|
BEBAN PENCEMARAN
MAKSIMUM
|
|
(mg/liter)
|
(kg/hari.Hari)
|
BOD5
|
50
|
4.3
|
COD
|
100
|
8.6
|
TSS
|
200
|
17.2
|
pH
|
6.0 - 9.0
|
|
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 3/MENLH/1/1998
Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
Ditergen yang
menyebabkan limbah rumah tangga diperairan banyak mengandung bahan – bahan
kimia yang bisa menyebabkan perubahan kualitas perairan. Kualitas perairan
tersebut apabila melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh KepMen LH
akan mengakibatkan pencemaran didaerah tersebut.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Suatu
perairan yang tercemar oleh limbah baik itu limbah organik maupun limbah
anorganik. Limbah – limbah tersebut dapat memberikan dampak bagi ekosistem dan
biota didalam perairan tersebut maupun bagi kesehatan manusia.
3.2 Saran
Bagi
industri – industri yang menggunakan limbah rumah tangga tersebut sebaiknya
limbah tersebut diolah terlebih dahulu sebelum limbah tersebut dibuang ke
perairan agar perairan tersebut tidak tercemar.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahmad, Fasmi.2012.
TINGKAT PENCEMARAN LOGAM BERAT
DALAM AIR LAUT DAN SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU MUNA, KABAENA, DAN BUTON SULAWESI
TENGGARA. Stasiun Penelitian Lapangan, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Ternate,
Maluku Utara, Indonesia.
2.
Elisabet ratnawati sunarko, 2009.
Penuntun kandungan logam pada kerang hijau dengan metode analisis aktivasi
neuron komparatif
3. KMNLH,
2004. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara
Kependudukan Lingkungan Hidup 2004. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup. Kep-51/MNLH/200. Sekretariat Negara, Jakarta.
5. Mardihasbullah
Evan , Idris Muhammad, Sabilu Kadir .2012. Akumulasi Nikel (Ni) Dalam Darah
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) yang Dibudidayakan di Sekitar Area
Tambang. Jurnal mina laut Indonesia . I (1) 2012 : 84-92 . Universitas Haluoleo
Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari
6.
Palar,heryanto.1994.Pencemaran
dan Toksikologi Logam berat. Jakarta : Rineka Cipta
7. Pardede,
Dinarti. 2015. Makalah Ekotoksitologi. Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Diakses melalui:
http// http://dinartapardd35.blogspot.co.id/2015/05/logam-berat-zn-di-perairan.html
8. Yaqin
khusnul , Suwarni , Umar Tauhid .n/d . Status Pencemaran Logam Di Peraian
Kabupaten Bantaeng , Sulawesi Selatan .
Program
Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.